Badan
Permusyawaratan Desa
NASKAH
AKADEMIK PERDES TENTANG LINGKUNGAN
Rancangan
Peraturan Desa
bastha
10/10/2012
|
Abstrak
A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal
usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam Sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Daerah
mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh Desa, otonomi Desa merupakan
hak Wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan
dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul dan nilai-nilai sosial
budaya yang ada pada masyarakat setempat .
Salah satu kewenangan
Kepala Desa seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 tentang Desa, adalah “Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapatkan
persetujuan dari Badan Permusyawaratan Desa”. Peraturan Desa yang dibentuk oleh
Desa dibuat dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peraturan Desa
dapat juga merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.Selanjutnya dijelaskan bahwa Peraturan Desa yang dibuat dilarang
bertentangan dengan Kepentingan umum dan atau Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi.
Dari ketentuan diatas,
dapat ditegaskan bahwa kalau disadari kewenangan Desa dalam hal ini sangatlah
besar, karena Desa memiliki otonomi, yaitu kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Kewenangan mengatur dan
mengurus rumah tangga Desa dalam tindakan nyatanya adalah dengan menyusun
Peraturan Desa, dimana Peraturan Desa tersebut dibuat dengan tujuan untuk
menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa dan menindaklanjuti ketentuan Peraturan
diatasnya yang sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat Atau dalam bahasa
yang lebih mudah dapat dikatakan bahwa Desa mempunyai kewenangan mengatur semua
hal terkait, manusianya , lingkungannya, interaksi antara manusia dan
lingkungannya serta semua masalah yang timbul akibat terjadinya interaksi
tersebut, selama tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan yang diatasnya.
Dari hasil interaksi
tersebut biasanya akan banyak timbul masalah didalamnya, secara turun temurun
sebenarnya, masyarakat Desa telah mempunyai adat dan kebiasaan untuk mengatur
itu semua, yang saat ini dikenal dengan nama “kearifan lokal”. Namun seiring
berjalannya waktu kebiasaan – kebiasaan dan adat istiadat yang telah dilakukan
masyarakat Desa saat ini pelan-pelan mulai terkikis dan mulai hilang, sehingga
nilai-nilai lokal positif yang merupakan warisan dari generasi sebelumnya
akhirnya tergeser oleh arus globalisasi yang sangat kuat, yang tersisa biasanya
hanya sebuah cerita dari mulut ke mulut tentang kebiasaan tersebut dimasa lalu.
Salah satu contoh
kearifan lokal yang sudah mulai hilang adalah, kebiasaan masyarakat Desa yang
sering kita lihat yaitu “budaya gotong royong”, kebiasaan ini merupakan salah
satu kearifan lokal yang mungkin dibeberapa Desa sudah mulai luntur
semangatnya.
Hilangnya budaya dan
nilai-nilai kearifan lokal yang ada di Desa sebenarnya dapat didorong untuk
dapat dimunculkan kembali dengan cara mencoba menggali
nilai-nilainya, menginventarisirnya, memunculkannya kembali
di masyarakat dan selanjutnya disepakati bersama lalu ditetapkan dalam
sebuah Peraturan Desa.
Banyak Desa yang kurang
menyadari akan kewenangan Desa yang dimilikinya, sehingga Desa kurang dapat
memanfaatkan kewenangan tersebut untuk dapat mengatur masyarakatnya sehingga
permasalahan yang terjadi di Desa seminimal mungkin dapat diselesaikan oleh Desa
itu sendiri.
Saat ini Peraturan
Desa yang biasa rutin dibuat masih sebatas Peraturan Desa yang mengatur
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang didalamnya terdapat
Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bantuan keuangan dari Pemerintah
Kabupaten kepada Desa yang diterima secara rutin setiap tahun oleh Pemerintah Desa,
diluar itu sangat jarang Desa mempunyai inisiatif menyusun sebuah Peraturan Desa
yang dapat bermanfaat bagi warganya.
Padahal jika di
berdayakan dan difasilitasi dengan baik, maka Desa dapat menyusun Peraturan
Desa sesuai kebutuhannya yang berguna untuk mengatur dan
menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi di Desa.
Desa Lengkong,
Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, sebagai salah satu Desa yang
termasuk kawasan Hijau, sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 3 Tahun 2002 tentang pengelolaan Lingkungan Geologi (Lembaran Daerah
Tahun 2002 Nomor 6, seri E) dan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Barat, dan peraturan daerah kabupaten bandung nomor 31
tahun 2000 tentang kebersihan, ketertiban, keindahan dan kesehatan lingkungan,
mempunyai posisi dan peran yang strategis sebagai Desa bagi Desa - Desa lain
yang berada di sekitarnya.
Desa Lengkong, yang
terletak di garis bujur dan lintang, 109.84973 derajat dan -08.6 derajat dibawah
permukaan Laut mempunyai luas wiayah 000000
ha dan terdiri dari 2 dusun, yaitu
Dusun Lengkong, dan Ciganitri, yang terbagi menjadi 16 RW dan 74 RT. Dengan
Jumlah Penduduk Desa Lengkong 8.111 jiwa , Laki-laki : 4.578 jiwa dan
Perempuan : 3.256 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 578 KK. Sebagian besar Masyarakat Desa Lengkong bermata pencaharian
sebagai Petani, buruh tani, dan berternak, dan sebagian kecil masyarakat yang
bekerja di sektor jasa, karyawan swasta dan wiraswasta. Jarak Desa dari Ibu
Kota Kecamatan Bojongsoang menuju Desa Lengkong adalah sekitar 2, 5 km.
Desa Lengkong saat ini
mulai mengalami permasalahan yang terkait dengan menurunnya daya
dukung lingkungan, kerusakan ekosistem dan mulai menurunnya nilai-nilai dan
kearifan lokal yang ada di masyarakat. Kondisi ini mulai dirasakan oleh
masyarakatnya dan mulai mempengaruhi pola interaksi masyarakat dan
lingkungannya sehingga terkadang menimbulkan konflik di masyarakat.
Kurangnya kesadaran
masyarakat dan berubahnya perilaku masyarakat yang kurang memperhatikan
kelestarian lingkungan ditambah dengan adanya pengembang dari perumahan
yang kurang sadar terhadap lingkungan serta perubahan iklim yang ekstrim,
sangat mempengaruhi proses percepatan kerusakan lingkungan yang terjadi.
Apabila hal ini
dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan Desa yang dalam gambaran dan
benak kita adalah sebuah kawasan yang hijau, udara yang bersih, sumber
air yang berlimpah, sungai yang jernih dengan ikannya dan burung-burung
dengan macam ragamnya serta kehidupan masyarakatnya yang sarat dengan
nilai-nilai lokal yang penuh dengan kearifan telah berubah dengan
cepat sehingga menyerupai wilayah perkotaan, dengan segala sisi buruknya,
lingkungan yang kotor dan penuh polusi serta hilangnya akar budaya dan
tata nilai masyarakatnya.
B. Permasalahan
Dari hasil
pengamatan dan diskusi dengan beberapa warga masyarakat, bahwa di Desa
Lengkong telah terjadi penurunan kondisi lingkungan yang mempengaruhi secara
langsung maupun tidak langsung terhadap kehidupan masyarakatnya dan Desa
sekitarnya.
Secara umum
permasalahan yang timbul dan berdampak pada perubahan kondisi lingkungan alam
dan sosial masyarakat, adalah :
1.
Kondisi sungai irigasi di desa lengkong
terdapat 2 buah serta beberapa selokan warga sekitar dusun ciganitri, kondisi
ke 2 sungai dan selokan saat ini, yaitu sudah mengalami perubahan
dibanding 10 tahun yang lalu. Saat ini kondisi sungai, sebagai berikut,
warna air sudah tidak bening bahkan keruh dan berbau, jenis dan jumlah ikan
semakin berkurang, mulai adanya pendangkalan sungai dibeberapa titik. Padahal
menurut keterangan warga, kondisi sungai dulu sangat baik, airnya jernih, dan
masih terdapat banyak ikan didalamnya. Kondisi ini diperparah dengan adanya pengambilan
ikan oleh warga luar Desa yang menggunakan alat stroom, sehingga populasi dan
jenis ikan semakin berkurang. Kegiatan tersebut masih terus berlangsung sampai
sekarang tanpa ada upaya untuk melarang atau mengingatkan, warga yang kebetulan
menemukan orang yang sedang menyetroom ikan,hanya mendiamkan dan membiarkan
kegiatan itu berlangsung. (Tabel 1, Data kondisi sungai, terlampir).
2.
(Kondisi Satwa) Lokasi Desa Lengkong
yang bersawah, menjadi sangat strategis dulu di lahan pertanian, para petani
masih sering dan banyak menemukan berbagai jenis unggas dan burung (ciblek,
kutilang, ayam hutan, pleci, perkutut dll). Saat ini di lahan pertanian sudah
jarang ditemukan satwa-satwa tersebut, kondisi ini disebabkan maraknya
penembakan dan penangkapan burung dengan jaring oleh orang dari luar Desa,
warga sering menemukan orang luar Desa yang sedang menembak dan menjaring
burung, namun tidak berani menegur dan mengingatkan, kondisi ini menyebabkan
jumlah dan jenis burung menurun bahkan beberapa jenis sudah mulai sulit
ditemukan. Padahal burung merupakan predator alami bagi serangga dan ulat
yang merupakan hama bagi petani. (Tabel 2. Data kondisi satwa liar,
terlampir).[6]
3.
(Mata air) Desa Lengkong
memiliki 2 (dua ) mata air yang terdapat di tersebar di dua Dusun,
yaitu mata air cikapundung, dan irigasi PDAM. Kondisi mata air tersebut
saat ini masih cukup baik, namun ada beberapa mata air yang debit airnya mulai
menurun.
Mata air tersbut dimanfaatkan oleh petani untuk keperluan kebutuhan sehari-hari. ( Tabel 3. Data Kondisi mata air terlampir).[7]
Mata air tersbut dimanfaatkan oleh petani untuk keperluan kebutuhan sehari-hari. ( Tabel 3. Data Kondisi mata air terlampir).[7]
C. Tujuan dan Sasaran
Penulisan
Penulisan naskah
akademik ini dimaksudkan untuk memberikan landasan akademik atas penyusunan
Rancangan Peraturan Desa tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
Tujuan besarnya adalah :
Sebagai dasar
penyusunan Peraturan Desa tentang Perlindungan Mata air, Sungai dan satwa Liar,
yang mendorong pada upaya-upaya untuk melindungi dan menjaga kelestarian
lingkungan
Melakukan kajian
terhadap arti penting Rancangan Peraturan Desa tentang Perlindungan Mata air,
Sungai dan Satwa Liar.
Memberikan landasan
bagi Desa untuk melakukan upaya-upaya konservasi
Peraturan Desa yang
hendak disusun ini tentu tidak mungkin melakukan pengaturan pada semua aspek
yang terkait dengan lingkungan dengan segala aspek yang ada didalamnya , karena
ada beberapa aspek yang belum bisa diatur secara tegas, hal ini dikarenakan
karena mempertimbangkan beberapa faktor, seperti, kapasitas Pemerintahan Desa,
kondisi sosial budaya masyarakat , ketentraman dan ketertiban,
urugensi/kemenDesakannya, serta ekesekusi penerapannya di lapangan.
Adapun sasaran
pengaturan yang dijelaskan dalam naskah akademik ini mencakup :
1.
Memberikan kejelasan pengaturan terhadap
upaya-upaya untuk menjaga dan melindungi kelestarian
lingkungan
2.
Memberikan kejelasan pengaturan terhadap
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam agar dapat lestari, selaras
dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat.
3.
Menghidupkan dan melestarikan
kembali kearifan lokal dengan tata nilai positifnya yang sudah ada di
masyarakat yang mendukung pada upaya pelestarian lingkungan
D. Metode dan
Pendekatan Penulisan
Dalam penulisan naskah
akademik ini, metode dan pendekatan yang digunakan adalah melalui pengamatan di
lapangan dan studi literatur, yang selanjutnya didiskusikan melalui FGD
(forum group discusion) kemudian dikomunikasikan dalam forum musyawarah
dengan lembaga Desa. Adapun sistematika penulisan naskah akademik ini, adalah
sebagai berikut :
a) Bagian pertama
Sampul depan /cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
b) Bagian Kedua
Bab 1 Pendahuluan : (1)
Latar Belakang ; (2) Permasalahan ; (3) Tujuan dan Sasaran Penulisan ; (4)
Metode dan Pendekatan Penulisan ;
Bab 2 Analisis dan
Kajian Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan materi yang akan diatur
dalam Peraturan Desa tentang Perlindungan dan Pengelolaan Mata air,
Sungai dan Satwa Iiar
Bab 3 Ruang Lingkup
Pengaturan Naskah Akademik Peraturan Desa : (1) Ketentuan umum ; (2)
Materi pokok yang akan diatur ; (3) Ketentuan Penutup
c) Bagian Ketiga
Bab 4 Penutup yang
menguraikan saran/rekomendasi
d) Bagian
Keempat :
Daftar Pustak
Bab II
Analisis dan Kajian
Peraturan
Perundang-undangan
Filosofi
Setelah menjelaskan
kerangka metodologi naskah akademik dalam Bab I, Bab II ini hendak
menggambarkan dan menjelaskan pokok-pokok pikiran beberapa Peraturan
Perundang-undangan yang terkait dengan materi rancangan Peraturan Desa tentang
perlindungan dan Pengelolaan Mata air, Sungai dan Satwa liar yang akan disusun.
Bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah telah mengeluarkan beberapa
regulasi/kebijakan yang mengatur tentang lingkungan, yaitu: (1) Sumber Daya Air
;(2) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup dan (3) Tata Ruang .
1. Sumber Daya Air
Pengaturan tentang
Sumber Daya Air diatur dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air, dalam undang-undang ini memuat hal-hal penting sebagai
berikut :
1.
Penguasaan sumber daya air diselenggarakan
oleh Pemerintah/Pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat
hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak
bertentangan dengan kepentingan nasioonal dan Peraturan perundang-undangan .
2.
Wewenang dan tanggung jawab dalam
pengelolaan sumber daya air, dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah propinsi, Pemerintah
kabupaten dan Pemerintah Desa.
“Wewenang dan tanggung
jawab Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air adalah” :
1.
Mengelola sumber daya air di wilayah Desa
yang belum dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau Pemerintahan diatasnya dengan
mempertimbangkan asas kemanfaatan umum.
2.
Menjaga efektifitas, efesiensi, kualitas
dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi
kewenangannya
3.
Memenuhi kebutuhan pokok minimal
sehari-hari warga Desa atas air sesuai ketersediaan air yang ada .
4.
Memperhatikan kepentingan Desa lain
dalam melaksanaan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya.
c) Konservasi sumber
daya air ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung,
daya tampung dan fungsi sumber daya air, konservasi dilakukan melalui kegiatan
perlindungan dan pelestarian sumber air, pengawetan air, serta pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air .
d) Perlindungan dan
pelestarian sumber air dilakukan melalui :
1.
Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan
air dan daerah tangkapan air
2.
Pengendalian pemanfaatan sumber air
3.
Pengisian air pada sumber air
4.
Pengaturan prasarana dan
sarana sanitasi
5.
Perlindungan sumber air dalam
hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air
6.
Pengaturan daerah sempadan sumber air
7.
Rehabilitasi lahan
Pelestarian lingkungan,
kawasan pertanian, dan kawasan permukiman penduduk.
2. Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengaturan tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Undang-undang ini mempunyai pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1.
Undang- undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat
merupakan hak asasi dan hak Konsistitusional bagi setiap warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, negara, Pemerintah, dan seluruh pemangku
kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan
hidup Indonesia dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat
indonesia serta mahluk hidup lain.
2.
Negara Kesatuan Republik Indonesia
terletak pada posisi silang antara dua benua dan dua samudra dengan iklim
tropis dan cuaca serta musim yang menghasilkan kondisi alam yang tinggi
nilainya. Disamping itu Indonesia mempunyai garis pantai terpanjang kedua di
dunia dengan jumlah penduduk yang besar. Indonesia mempunyai keanekaraggaman
Hayati dan sumberdaya alam yang melimpah. Kekayaan itu perlu dilindungi
dan dikelola dalam suatu sistem perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yang terpadu dan trintergrasi antara lingkungan laut, darat, dan udara berdasarkan
wawasan Nusantara.
Indonesia
juga berada pada posisi yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Dampak tersebut meliputi turunya produksi pangan, terganggunya kesediaan air,
tersebarnya hama penyakit tanaman serta penyakit manusia, naiknya permukaan
laut, tenggelamnya pulau-pulau kecil, dan punah nya keanekaraggaman hayati.
Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunaan membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat. Kegiatan pembangunaan juga mengandung resiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.Kondisi ini dapat mengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan produktifitas lingkungan hidup menurun yang pada akhirnya menjadi beban sosisal.
Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunaan membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat. Kegiatan pembangunaan juga mengandung resiko terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan.Kondisi ini dapat mengakibatkan daya dukung, daya tampung, dan produktifitas lingkungan hidup menurun yang pada akhirnya menjadi beban sosisal.
Oleh
karena itu, lingkungan hidup indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan
baik berdasarkan asas tanggungjawab Negara, asa berkelanjutan, dan asas
keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan
kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan perinsip
kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan
pengharggan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan.
Perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkanya suatu sistem yang
terpadu berupa suatu kebijakkan nasional perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang harus dilaksanakaan secara taat asas dan konsekuen dari
pusat sampai kedaerah.
Penggunaan
sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan
hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan
harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Undang-Undang
ini mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah daerah untuk membuat kajian lingkungan
hidup strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan
telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program. Dengan perkataan lain, hasil KLHS harus
dijadikan dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam
suatu wilayah. Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung
sudah terlampaui, kebijakan, rencana, dan/atau program tersebut wajib
diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS dan segala usaha dan/atau kegiatan
yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak
diperbolehkan lagi.
Ilmu
pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup dan mengubah gaya hidup
manusia. Pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah
bahan berbahaya dan berracun. Hai itu menuntut dikembangkannya sistem
pembuangan yang aman dengan resiko yang kecil bagi lingkungan hidup, kesehatan,
dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Di
samping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industralisasi
juga menimbulkan dampak, antara lain, dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan
beracun, yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat mengancam
lingkungan hidup serta makhluk hidup lain.
Dengan
menyadari hal tersebut, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu
dilindungi dan dikelola dengan baik.Wilayah Negara Republik Indonesia harus
bebas dari buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar Wilayah Indonesia.
Menyadari potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari pembangunan, terus dikembangkan upaya pengendalian dampak secara dini.Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) adalah salah satu perangkat preemtif pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui peningkatan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan amdal dengan mempersyaratkan lisensi bagi penilai amdal dan diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen amdal, serta dengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidang amdal.
Menyadari potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari pembangunan, terus dikembangkan upaya pengendalian dampak secara dini.Analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) adalah salah satu perangkat preemtif pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui peningkatan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan amdal dengan mempersyaratkan lisensi bagi penilai amdal dan diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen amdal, serta dengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidang amdal.
Amdal
juga menjadi salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang
mutlak dimiliki sebelum diperoleh izin usaha.
Upaya
preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan
dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam
hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan
upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten,
dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah
terjadi.
Sehubungan
dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin
kepastian hukum sabagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya
alam serta kegiatan pembangunan lain.
Undang-Undang
ini juga mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi,
hukum perdata, maupun hukum pidana.Ketentuan hukum perdata meliputi
penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dan di dalam
pengadilan.Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di dalam pengadilan meliputi
gugatan perwakilan kelompok, hak gugat organisasi lingkungan, ataupun hak gugat
Pemerintah. Melalui cara tersebut diharapkan selain akan menimbulkan efek jera
juga akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa
pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan
generasi masa kini dan masa depan.
Penegakan hukum pidana
dalam Undang-Undang ini memperkenalkan ancaman hukuman minimum di samping
maksimum, perluasan alat bukti, pemidanaan bagi pelanggaran baku mutu,
keterpaduan penegakan hukum pidana, dan pengaturan tindak pidana korporasi.
Penegakan hukum pidana linkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang
mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah
penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas
ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan
terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.
Perbedaan mendasar
antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dengan Undang-Undang ini adalah adanya penguatan yang terdapat dalam
Undang-Undang ini tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola Pemerintah yang baik karena
dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum
mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan
keadilan.[2]
3. Tata Ruang
Pengaturan tentang Tata
Ruang diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor :
Nomor 3 Tahun 2008 Rencana
Tentang Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung, Peraturan Daerah
ini mengatur hal-hal yang terkait lingkungan sebagai berikut :
a) Kebijakan Penataan
ruang bertujuan untuk mewujudkan daerah berbasis agropolitan dan didukung oleh
pertanian berkelanjutan ;
b) Kebijakan penataan
ruang meliputi :
Pengembangan agropolitan
berbasis potensi lokal
Pengembangan pariwisata
yang berkelanjutan
Peningkatan kualitas
dan jangkauan prasarana dan sarana wilayah
Percepatan perwujuan
fungsi dan peran pusat kegiatan secara hierarki
Pengendaian alih fungsi
lahan pertanian pangan produktif
Peningkatan fungsi
pelestarian kawasan lindung
Pengembangan fungsi
sosial budaya masyarakat dalam pembangunan wilayah
Peningkatan fungsi
kawasan pertahanan dan keamanan negara
c) Ditetapkannya
Pengaturan mengenai Rencana Kawasan Lindung, meliputi :
Kawasan lindung
Kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan bawahannya
Kawasan perlindungan
setempat
Kawasan rawan bencana
alam
Kawasan lindung geologi
Kawasan Lindung lainnya
d) Ditetapkannya
Pengaturan mengenai Rencana kawasan budidaya, meliputi :
Kawasan peruntukan
pertanian
Kawasan peruntukan
perkebunan
Kawasan peruntukan
peternakan
Kawasan Peruntukan
Industri
Kawasan Peruntukan
Permukiman
Kawasan Peruntukan
lainnya
e) Adanya pengaturan
tentang Kawasan strategis untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan ,
meliputi :
Kawasan permukiman
penduduk
Kawasan pertanian
Kawasan irigasi
f) Adanya ketentuan
tentang pengaturan zonasi untuk kawasan lindung, terdiri atas :
Ketentuan umum Peraturan
zonasi untuk kawasan lindung
Ketentuan umum Peraturan
zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
Ketentuan umum Peraturan
zonasi untuk kawasan perlindungan setempat
Ketentuan umum Peraturan
zonasi untuk kawasan rawan bencana
Bab III
Ruang Iingkup
Pengaturan Naskah Akademik Peraturan Desa
Bab ini akan memaparkan
lebih lanjut mengenai ruang lingkup pengaturan dalam Rancangan Peraturan Desa
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Mata air, Sungai dan Satwa liar .
A. Ketentuan Umum
Desa atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pemerintahan Desa
adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus Kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah Desa atau
yang disebut dengan nama lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Badan Permusyawaratan Desa
atau yang disebut dengan nama lain , selanjutnya disingkat BPD, adalah lembaga
yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan
Desa yag dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan BPD, yang
ditetapkan dengan Peraturan Desa.
Peraturan Desa adalah Peraturan
perundang-undangan yang dibuat BPD bersama Kepala Desa.
Sumber daya air adalah
air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
Air adalah semua air
yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam
permukaan pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan dan air laut yang
berada di darat.
Sumber air adalah
tempat atau wadah air alami/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di
bawah permukaan tanah.
Pengelolaan sumber daya
air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
penyelenggaraan koservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
Wilayah sungai adalah
kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih aliran
sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dariatau sama dengan
2.000 km2.
Daerah aliran sungai
adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu-kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di
darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktifitas daratan.
Konservasi sumber daya
air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberkelanjutan keadaan, sifat,
dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan
kualitas yang memedai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, baik pada waktu
sekarang maupun yang akan datang.
Pemeliharaan adalah
kegiatan untuk merawat sumber air dan perasarana sumber daya air yang
ditunjukan untuk menjamin pelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber
daya air.
Lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan
untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Pembangunan
berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Ekosistem adalah
tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan
saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas
lingkungan hidup.
Sumber daya alam adalah
unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang
secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
Pencemaran lingkungan
hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Perusakan lingkungan
hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan
hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik,
kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Perubahan iklim adalah
berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas
manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan
selain itu juga berupa perubahan fariabilitas iklim alamiah yang teramati pada
kurun waktu yang dapat dibandingkan.
Dampak lingkungan hidup
adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu
usaha dan/atau kegiatan.
Kearifan lokal adalah
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara
lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Setiap orang adalah
orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum.
Sumber daya alam hayati
adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan)
dan sumber daya alam hewani (satwa) yang bersama dengan unsur non hayati di
sekitarnya secara keseluruhan memebentuk ekosistem.
Tumbuhan adalah semua
jenis sumber daya alam nabati, baik yang hidup di darat maupun di air.
Satwa adalah semua
jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di
udara.
Tumbuhan liar adalah
tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau di pelihara, yang yang masih
kemurnian jenisnya.
Satwa liar adalah semua
binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih
mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang di pelihara oleh
manusia.
Habitat adalah
lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami.
B. Ruang Lingkup
dan Isi Pengaturan
1. Perlindungan
dan Pelestarian Sungai
Dalam rangka melindungi
dan menjaga sungai perlu diatur hal-hal sebagai berikut :
1.
Larangan bagi setiap orang dan warga
melakukan pengambilan ikan dengan cara menyetroom dan menggunakan obat
2.
Sanksi bagi orang dan warga yang
melakukan pengambilan ikan dengan cara menyetroom dan menggunakan obat
3.
Kewajiban bagi setiap orang dan warga
masyarakat untuk menjaga dan memelihara sungai
4.
Kewajiban bagi Pemerintah Desa
untuk menjaga dan memelihara sungai dengan cara menabur benih ikan di sungai
2. Perlindungan dan
Pelestarian Mata Air
Dalam rangka
melindungi,menjaga dan melestarikan mata air perlu diatur hal-hal
sebagai berikut :
1.
Larangan bagi setiap orang dan warga
yang melakukan pengrusakan dan pengambilalihan mata air
2.
Penetapan area mata air
3.
Sanksi bagi setiap orang dan warga
yang melakukan kegiatan pengrusakan mata air
4.
Kewajiban bagia setiap orang dan warga
masyarakat untuk memelihara dan menjaga mata air
5.
Kewajiban Pemerintah Desa untuk
memelihara dan menjaga kelestarian sumber mata air
3. Perlindungan dan
Pelestarian satwa liar
Dalam rangka
melindungi,menjaga dan melestarikan satwa liar perlu diatur
hal-hal sebagai berikut :
1.
Larangan bagi setiap orang dan warga
yang menembak dan menjaring satwa liar dan burung
2.
Sanksi bagi setiap orang dan warga yang
melakukan penembakan dan menjaring satwa liar dan burung
3.
Kewajiban bagi warga untuk menjaga dan
melestarikan satwa
4.
Kewajiban bagi setiap orang dan warga
untuk melaporkan bila melihat penembakan dan penjaringan burung dan atau satwa
liar
5.
Kewajiban bagi setiap orang dan warga
untuk melepaskan kembali burung/satwa liar yang ditangkap
Bab IV
Penutup
Pada Bab ini, akan disampaikan saran dan rekomendasi terkait penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang Perlindungan dan Pengelolaan Mata air, Sungai dan Satwa liar, sebagai berikut :
1.
Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Desa
hendaknya dapat memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan Desa
sekitar
2.
Dalam penyusunan Rancangan Peraturan Desa
hendaknya pelibatan dan partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara langsung
3.
Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Desa
hendaknya disiapkan dan diikuti dengan Rancangan Peraturan Kepala Desa
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Desa yang nantinya akan
ditetapkan.Dalam Penyusunan Rancangan Peraturan Desa hendaknya disiapkan dan
diikuti dengan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Peraturan Desa yang nantinya akan ditetapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Community Guide to Environmental Health,
Jeff Conant dan Fam Padem, Hesperian Foundation, 2008
2.
Community Guide to Environmental Health,
Jeff Conant dan Fam Padem, Hesperian Foundation, 2008
3.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air.
4.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa.
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
7.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29
Tahun 2006 Tentang Pedoman pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa
8.
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 3
Tahun 2002, tentang Pengendalian Lingkungan Hidup Geologi
9.
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor
3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Tahun
2011-2027\
10.
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor
7 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Peraturan Desa
No comments:
Post a Comment